Rancangan Undang Undang Tentang Koperasi
Dapat diunduh disini
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
PERKOPERASIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan Pasal 33
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai dasar
demokrasi ekonomi, perlu dikembangkan koperasi yang mampu mengelola sumber daya
ekonomi dalam rangka melindungi, mencerdaskan dan mensejahterakan anggota
maupun masyarakat secara mandiri dan
berkelanjutan;
b. bahwa
pengembangan koperasi sebagaimana dimaksud pada huruf a perlu disesuaikan
dengan tuntutan perubahan kondisi masyarakat yang berkembang secara nasional
maupun global;
c. bahwa sejalan
dengan perkembangan kebutuhan dan tantangan pembangunan ekonomi nasional
diperlukan keberpihakan kebijakan ekonomi yang memberikan kesempatan, dukungan,
dan pengembangan ekonomi rakyat berbasis koperasi;
d. bahwa
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sebagai dasar
pengembangan koperasi perlu disesuaikan dengan tuntutan perubahan kondisi
masyarakat sebagaimana dimaksud pada huruf b;
e. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c
dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perkoperasian.
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 ayat
(1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN.
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Koperasi adalah perkumpulan orang-orang yang bersatu secara sukarela dan bersifat otonom untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi,
sosial dan budaya melalui usaha bersama yang diselenggarakan berdasarkan asas
kekeluargaan.
2.
Perkoperasian adalah berbagai aspek yang
menyangkut kehidupan koperasi
3.
Koperasi Primer adalah Koperasi yang
didirikan oleh dan beranggotakan orang seorang.
4.
Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang
didirikan oleh dan beranggotakan sejumlah Koperasi.
5.
Anggota Koperasi adalah orang seorang
atau badan hukum koperasi yang otonom dan bergabung secara sukarela setelah
memenuhi syarat keanggotaan sesuai anggaran dasar.
6.
Rapat Anggota adalah perangkat organisasi
Koperasi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
7.
Pengurus adalah perangkat organisasi
Koperasi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan organisasi dan usaha
Koperasi;
8.
Pengawas adalah perangkat organisasi
Koperasi yang bertugas mengawasi dan memberikan
nasihat kepada Pengurus dan Anggota.
9.
Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang wajib
dibayarkan oleh anggota kepada Koperasi pada saat masuk menjadi anggota
Koperasi.
10. Simpanan Wajib adalah sejumlah uang yang wajib disimpan
secara berkala oleh Anggota kepada Koperasi
11. Simpanan Khusus adalah sejumlah uang yang disimpan oleh
anggota kepada Koperasi untuk tujuan khusus.
12. Hibah adalah pemberian uang dan/atau barang kepada
Koperasi tanpa imbalan jasa.
13. Hasil Usaha adalah pendapatan Koperasi dalam satu tahun
buku setelah dikurangi biaya.
14. Dana Cadangan adalah bagian dari keuntungan yang tidak
dibagi.
15. Pinjaman adalah sejumlah uang yang dipinjamkan oleh
Koperasi kepada Anggota dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian.
16. Usaha Simpan Pinjam adalah kegiatan menghimpun dan
menyalurkan dana dari dan untuk Anggota.
17. Gerakan Koperasi adalah kegiatan yang melibatkan seluruh
Koperasi dalam memperjuangkan kepentingan dan menyalurkan aspirasi Koperasi.
18. Hari adalah hari kalender.
19. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang Koperasi.
BAB II
LANDASAN, ASAS, TUJUAN,
FUNGSI DAN PERAN
Pasal 2
Koperasi
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Pasal 3
Koperasi berdasar
atas asas kekeluargaan.
Pasal 4
Koperasi
bertujuan melindungi, mencerdaskan dan memajukan kesejahteraan Anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut mewujudkan demokrasi ekonomi untuk
membangun kemandirian dan pertumbuhan perekonomian nasional yang berkelanjutan
dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pasal 5
Fungsi
dan peran Koperasi adalah:
a.
membangun dan mengembangkan potensi
dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;
b.
ikut serta secara aktif dalam upaya
mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat;
c.
memperkokoh perekonomian rakyat
sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan Koperasi
sebagai sokoguru;
d.
berusaha untuk mewujudkan dan
mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi; dan
e.
Sebagai mitra pemerintah dalam rangka
mempercepat penurunan tingkat kesenjangan sosial dan ekonomi, mewujudkan
keadilan sosial dan ekonomi, turut meningkatkan peluang lapangan kerja, dan
meningkatkan pembangunan berkelanjutan.
Pasal
6
(1)
Untuk menjadi sokoguru sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf c koperasi diperankan secara dominan dalam perekonomian
nasional.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan koperasi sebagai sokoguru diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB III
NILAI DAN PRINSIP
Pasal 7
(1) Untuk
mencapai tujuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4, Koperasi mengembangkan kegiatan berdasarkan nilai dan
prinsip koperasi;
(2) Nilai
Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a.
kekeluargaan;
b.
menolong diri sendiri;
c.
persamaan;
d.
demokratis;
e.
bertanggungjawab sendiri;
f.
kesetiakawanan;
g.
kejujuran;
h.
keadilan;
i.
keterbukaan; dan
j.
tanggungjawab sosial.
(3) Prinsip
Koperasi sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah:
a.
keanggotaan sukarela dan terbuka;
b.
pengendalian oleh anggota secara
demokratis
c.
partisipasi anggota
d.
otonomi dan kemandirian
e.
pendidikan, pelatihan dan informasi;
f.
kerjasama antar koperasi; dan
g.
kepedulian terhadap masyarakat dan
lingkungan.
BAB IV
STATUS, BENTUK,
PENDIRIAN,
ANGGARAN DASAR,
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, DAN PENGUMUMAN
Bagian
Kesatu
Status Koperasi
Pasal 8
(1)
Koperasi merupakan badan hukum.
(2)
Koperasi memperoleh status Badan
Hukum setelah Akta Pendiriannya disahkan oleh Menteri.
Pasal 9
Koperasi dapat berbentuk:
a.
Koperasi Primer; dan
b.
Koperasi Sekunder.
Pasal 10
Koperasi Sekunder wajib menjalankan
fungsi subsidiaritas guna
mendorong peningkatan efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan anggotanya.
Bagian
Kedua
Pendirian
Pasal 11
(1)
Koperasi Primer didirikan oleh paling
sedikit 25 (dua puluh lima) orang.
(2)
Koperasi Sekunder didirikan oleh
paling sedikit 3 (tiga) Koperasi.
(3)
Dalam keadaan tertentu,
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) tidak dapat dipenuhi, Menteri dapat menentukan lain.
Pasal 12
(1)
Pendirian Koperasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 dilakukan dengan Akta Pendirian Koperasi yang dibuat
oleh Notaris dalam bahasa Indonesia.
(2)
Notaris yang membuat Akta Pendirian
Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Notaris yang terdaftar pada
Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi.
Pasal 13
(1)
Dalam hal setelah Koperasi disahkan,
Anggotanya berkurang dari jumlah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 maka dalam
jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut,
Koperasi yang bersangkutan wajib memenuhi jumlah minimal keanggotaan.
(2)
Koperasi wajib melaksanakan kegiatan
usaha dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tanggal pengesahan Akta
Pendirian Koperasi.
(3)
Apabila setelah jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilampaui, Anggota Koperasi tetap
kurang dari jumlah minimal keanggotaan dan tidak melaksanakan aktivitas usaha, Menteri
membubarkan Koperasi.
Bagian
Ketiga
Anggaran
Dasar
Pasal 14
(1)
Anggaran Dasar memuat
sekurang-kurangnya:
a.
nama dan tempat kedudukan;
b.
wilayah keanggotaan;
c.
tujuan dan kegiatan usaha Koperasi;
d.
jangka waktu berdirinya Koperasi;
e.
ketentuan mengenai modal Koperasi;
f.
tata cara pengangkatan,
pemberhentian, dan penggantian Pengurus dan Pengawas;
g.
hak dan kewajiban Anggota, Pengurus,
dan Pengawas;
h.
ketentuan mengenai syarat
keanggotaan;
i.
ketentuan mengenai Rapat Anggota;
j.
ketentuan mengenai penggunaan Surplus
Hasil Usaha;
k.
ketentuan mengenai perubahan Anggaran
Dasar;
l.
ketentuan mengenai pembubaran;
m.
ketentuan mengenai sanksi; dan
n.
ketentuan mengenai tanggungan
Anggota.
(2)
Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilarang memuat ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi
kepada pendiri atau pihak lain.
(3)
Menteri menjatuhkan sanksi
administratif terhadap Koperasi yang melaksanakan kegiatan usaha yang tidak
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat
(2).
Pasal 15
(1)
Koperasi dilarang memakai nama:
a.
telah dipakai secara sah oleh
Koperasi lain;
b.
bertentangan dengan ketertiban umum
dan/atau kesusilaan; dan/atau
c.
sama atau mirip dengan nama lembaga
negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin
dari yang bersangkutan.
(2)
Nama Koperasi Sekunder wajib memuat
kata ”Koperasi” dan diakhiri dengan singkatan ”(Skd)”.
(3)
Kata “Koperasi” dilarang digunakan
oleh badan usaha yang didirikan tidak menurut ketentuan Undang- Undang ini.
(4)
Menteri menjatuhkan sanksi
administratif terhadap Koperasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
Bagian Keempat
Perubahan Anggaran Dasar
Pasal 16
(1)
Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 ayat (1) dapat diubah oleh Rapat Anggota
apabila dihadiri oleh paling
sedikit
2/3
(dua
pertiga) bagian dari
jumlah Anggota Koperasi dan
disetujui oleh paling sedikit
1/2 (satu
perdua)
bagian dari
jumlah Anggota
yang hadir.
(2)
Perubahan Anggaran
Dasar tidak
dapat dilakukan pada saat Koperasi
dinyatakan pailit berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan,
kecuali atas persetujuan pengadilan.
Pasal
17
(1)
Perubahan Anggaran
Dasar yang berkaitan
dengan hal tertentu harus
mendapat persetujuan Menteri.
(2)
Hal
tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a.
nama;
b.
tempat kedudukan;
c.
wilayah keanggotaan;
d.
tujuan;
e.
kegiatan usaha; dan/atau
f.
jangka waktu berdirinya Koperasi
apabila Anggaran Dasar menetapkan jangka waktu tertentu.
(3)
Perubahan Anggaran
Dasar
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) mulai berlaku sejak tanggal
persetujuan Menteri.
Pasal 18
(1)
Perubahan Anggaran
Dasar selain yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat
(2) cukup diberitahukan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak Akta Perubahan Anggaran Dasar dibuat.
(2)
Perubahan
Anggaran Dasar sebagaimana pada ayat (1) berlaku sejak tanggal diterimanya
pemberitahuan Akta Perubahan Anggaran Dasar tersebut oleh Menteri.
Pasal 19
Permohonan persetujuan
atas perubahan Anggaran Dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17
ditolak apabila:
a.
bertentangan dengan ketentuan
mengenai tata cara perubahan Anggaran Dasar; dan/atau
b.
isi perubahan Anggaran Dasar
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum,
dan/atau kesusilaan.
Bagian Kelima
Pengumuman
Pasal 20
(1)
Keputusan pengesahan
Akta
Pendirian Koperasi
dan
persetujuan Akta Perubahan Anggaran Dasar
harus
diumumkan dalam Berita
Negara Republik
Indonesia.
(2)
Pengumuman sebagaimana
dimaksud
pada ayat
(1) dilakukan oleh Menteri.
(3)
Koperasi harus mengumumkan Anggaran
Dasar dalam Tambahan Lembaran Berita Negara.
Pasal 21
(1)
Menteri
menyelenggarakan Daftar Umum
Koperasi.
(2)
Daftar Umum Koperasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbuka
untuk
umum.
Pasal 22
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara, persyaratan, penamaan koperasi, pendirian, Anggaran
Dasar, Perubahan Anggaran Dasar, pengumuman, dan Daftar Umum Koperasi dengan
Nomor Induk Koperasi (NIK) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB V
KEANGGOTAAN
Pasal 23
(1) Anggota Koperasi terdiri dari orang seorang atau badan
hukum Koperasi yang bergabung secara
sukarela.
(2) Anggota Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan warga negara Indonesia atau badan hukum Koperasi Indonesia.
(3) Anggota Koperasi merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa
Koperasi.
(4) Setiap anggota koperasi berhak mendapatkan pendidikan
perkoperasian dari Koperasi.
(5) Keanggotaan Koperasi tercatat dalam buku daftar Anggota.
Pasal 24
(1)
Keanggotaan Koperasi tidak dapat
dipindahtangankan.
(2)
Ketentuan mengenai persyaratan,
kewajiban, hak, dan wewenang anggota diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 25
(1) Koperasi menjatuhkan sanksi kepada Anggota yang dengan sengaja:
a.
tidak mematuhi Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga,
dan keputusan Rapat Anggota;
b.
tidak berpartisipasi aktif dalam
kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh Koperasi; dan/atau
c.
tidak melaksanakan nilai dan prinsip
Koperasi.
(2) Ketentuan mengenai sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Anggaran Dasar.
BAB VI
PERANGKAT
ORGANISASI
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal 26
Koperasi
mempunyai perangkat organisasi Koperasi yang terdiri atas Rapat Anggota,
Pengurus, dan Pengawas.
Bagian Kedua
Rapat Anggota
Pasal 27
Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.
Pasal 28
Rapat Anggota berwenang:
a.
menetapkan kebijakan umum Koperasi;
b.
menetapkan dan mengubah Anggaran Dasar;
c.
memilih, mengangkat, dan
memberhentikan Pengurus, dan Pengawas;
d.
menetapkan rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan
belanja Koperasi;
e.
menerima atau menolak pertanggungjawaban
Pengurus dan Pengawas;
f.
menetapkan pembagian Selisih Hasil Usaha;
g.
memutuskan penggabungan, peleburan, pemisahan, dan pembubaran Koperasi; dan
h.
menetapkan keputusan lain dalam batas
yang ditentukan oleh Undang-Undang ini.
Pasal 29
(1) Rapat Anggota diselenggarakan oleh Pengurus.
(2) Rapat Anggota sekurang-kurangnya dihadiri oleh Anggota, Pengurus dan Pengawas.
(3) Kuorum Rapat
Anggota diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 30
(1) Keputusan Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk
mencapai mufakat.
(2) Apabila tidak diperoleh keputusan melalui cara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
(3) Dalam pemungutan suara setiap Anggota mempunyai satu hak
suara.
(4) Hak suara pada Koperasi Sekunder diatur secara
proporsional dalam Anggaran Dasar berdasarkan jumlah Anggota masing-masing.
Pasal 31
(1) Rapat Anggota wajib diselenggarakan paling
sedikit 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun.
(2) Rapat Anggota
untuk mengesahkan pertanggungjawaban
Pengurus dan Pengawas bagi Koperasi Primer diselenggarakan paling lambat 4 (empat) bulan setelah tahun buku Koperasi
ditutup.
(3) Rapat Anggota
untuk mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus
dan Pengawas bagi Koperasi Sekunder diselenggarakan paling lambat 5 (lima) bulan setelah tahun buku Koperasi
ditutup.
(4) Dalam hal Rapat Anggota belum dilaksanakan, Pengurus tidak
dapat mengambil keputusan strategis.
(5) Menteri
menjatuhkan sanksi administratif terhadap Koperasi yang tidak
melaksanakan Rapat Anggota selama lebih dari 2 (dua) tahun buku terlampaui.
Pasal 32
Dalam hal terdapat keadaan yang
mengharuskan adanya keputusan segera dan wewenang pengambilan keputusan ada
pada Rapat Anggota, dapat diselenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa.
Bagian Ketiga
Pengurus
Pasal 33
(1)
Pengurus dipilih dari dan oleh Anggota dalam Rapat Anggota.
(2)
Pengurus Koperasi
Sekunder berasal dari perwakilan Koperasi anggotanya.
(3)
Periode masa jabatan Pengurus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lama 5 (lima) tahun dan hanya dapat
dipilih kembali paling banyak 2 (dua) periode.
(4)
Pengurus dilarang merangkap jabatan
sebagai Pengawas pada koperasi yang sama.
(5)
Pengurus dapat mengangkat karyawan.
(6)
Pengurus mewakili Koperasi di dalam maupun di luar pengadilan.
(7)
Menteri menjatuhkan sanksi administratif terhadap Pengurus yang merangkap jabatan sebagai Pengawas
pada koperasi yang sama.
Pasal 34
(1) Pengurus menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada
anggota dalam Rapat Anggota.
(2) Pengurus wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan
Rapat Anggota dalam hal Koperasi:
a.
mengalihkan aset atau kekayaan Koperasi;
b.
menjadikan jaminan utang atas aset
atau kekayaan Koperasi;
c.
menerbitkan obligasi atau surat utang lainnya;
d.
melakukan investasi;
e.
mendirikan atau menjadi Anggota Koperasi Sekunder;
dan/atau
f.
mendirikan dan memiliki perusahaan bukan Koperasi.
(3)
Pengurus wajib menyampaikan laporan
berkala kepada Menteri.
(4)
Pengurus dapat meminta jasa audit
kepada akuntan publik.
(5)
Menteri menjatuhkan sanksi
administratif terhadap Pengurus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3).
Pasal 35
(1) Pengurus dapat diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat
Anggota dengan menyebutkan alasannya.
(2) Keputusan untuk memberhentikan Pengurus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), hanya dapat diambil setelah yang bersangkutan diberi
kesempatan untuk membela diri dalam Rapat Anggota.
(3) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), mengakibatkan kedudukan sebagai Pengurus berakhir.
Bagian
Keempat
Pengawas
Pasal 36
(1)
Pengawas
dipilih dari dan oleh Anggota pada Rapat Anggota.
(2)
Periode masa jabatan Pengawas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lama 5 (lima) tahun dan hanya dapat
dipilih kembali paling banyak 2 (dua) periode.
(3)
Pengawas dilarang merangkap sebagai Pengurus.
(4)
Menteri menjatuhkan sanksi administratif terhadap Pengawas yang merangkap sebagai Pengurus.
(5)
Pengawas dapat diberhentikan
berdasarkan keputusan Rapat Anggota dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 37
(1)
Pengawas wajib melakukan pengawasan terhadap organisasi, usaha,
dan keuangan Koperasi.
(2)
Dalam keadaan tertentu, Pengawas
dapat meminta bantuan Akuntan Publik untuk melakukan audit khusus terhadap
Koperasi.
(3)
Pengawas menyampaikan laporan
pertanggungjawaban kepada anggota dalam Rapat Anggota.
(4)
Menteri menjatuhkan sanksi administratif terhadap Pengawas yang tidak melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 38
Ketentuan lebih
lanjut mengenai Rapat Anggota, persyaratan, susunan, pembagian tugas,
wewenang, tanggungjawab, kewajiban dan hak serta pengisian sementara jabatan Pengurus dan Pengawas yang kosong
diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB VII
MODAL
Pasal 39
(1) Untuk mengembangkan usaha, koperasi dapat menggunakan modal sendiri
dan/atau modal luar.
(2) Modal sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri
dari:
a.
Simpanan Pokok;
b.
Simpanan Wajib;
c.
Simpanan Khusus;
d.
Hibah; dan
e.
Dana Cadangan.
(3)
Modal luar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), berasal dari:
a.
Anggota;
b.
Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya;
c.
bank dan lembaga keuangan lainnya;
d.
penerbitan obligasi;
e.
surat hutang koperasi;
f.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah; dan/atau
g.
sumber lain yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal 40
(1) Simpanan Pokok
dibayar oleh Anggota pada saat yang bersangkutan diterima sebagai anggota dan
tidak dapat diambil selama masa keanggotaan.
(2) Simpanan Wajib
dibayar oleh Anggota selama masa keanggotaan dan hanya bisa diambil saat
keanggotaan berakhir.
(3) Simpanan
Khusus disetor anggota sebagai perkuatan modal koperasi dan dapat diambil sesuai perjanjian.
(4) Dana Cadangan merupakan bagian alokasi dari hasil usaha
yang tidak dibagi dan ditujukan untuk memperkuat modal sendiri atau untuk
menutup kerugian.
(5) Persyaratan dan
tata cara penetapan Simpanan Pokok, Simpanan Wajib, Simpanan Khusus, Dana
Cadangan, dan Hibah diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 41
Perubahan nilai Simpanan Pokok, Simpanan Wajib, dan Simpanan Khusus ditetapkan oleh Rapat
Anggota.
Pasal 42
(1) Simpanan Khusus
dari seorang Anggota dapat dialihkan kepada Anggota lain.
(2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pemindahan Simpanan Khusus diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 43
(1) Hibah yang
diberikan oleh pihak ketiga yang berasal dari sumber modal asing, baik langsung
maupun tidak langsung dapat diterima oleh
suatu Koperasi dan dilaporkan kepada Menteri.
(2) Hibah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dibagikan secara langsung atau
tidak langsung kepada anggota, Pengurus dan Pengawas Koperasi.
(3) Ketentuan
mengenai Hibah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 44
Ketentuan
lebih lanjut mengenai modal Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 sampai
dengan Pasal 43 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
HASIL USAHA DAN DANA CADANGAN
Bagian Kesatu
Hasil Usaha
Pasal 45
(1) Hasil Usaha
koperasi berasal dari:
a.
Anggota; dan
b.
non-Anggota.
(2) Hasil Usaha
koperasi yang berasal dari transaksi dengan Anggota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, dapat diberikan insentif pajak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Pembagian Hasil
Usaha dari transaksi dengan non-Anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diatur tersendiri dalam Anggaran
Dasar.
(4) Hasil Usaha
Koperasi dapat berupa:
a.
Surplus Hasil Usaha; atau
b.
Defisit Hasil Usaha.
Bagian Kedua
Surplus Hasil Usaha
Pasal 46
(1)
Surplus Hasil Usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4) huruf a setelah dikurangi biaya pendidikan,
biaya sosial, dan biaya pembangunan lingkungan, wajib disisihkan untuk membayar
pajak badan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Surplus Hasil Usaha yang sudah
dikurangi pajak badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah disisihkan
untuk Dana Cadangan digunakan untuk:
a.
Anggota sebanding dengan Simpanan
Pokok, Simpanan Wajib dan Simpanan Khusus yang dimiliki, serta transaksi usaha
yang dilakukan oleh masing-masing Anggota dengan Koperasi;
b.
Bonus kepada Pengurus, Pengawas, dan
karyawan Koperasi; dan
c.
penggunaan lain yang ditetapkan dalam
Anggaran Dasar.
Bagian Ketiga
Defisit Hasil Usaha
Pasal 47
(1) Koperasi dapat menutup Defisit Hasil Usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4) huruf b dengan menggunakan Dana Cadangan,
menambah Simpanan Wajib, dan/atau Simpanan Khusus yang ditetapkan berdasarkan keputusan
Rapat Anggota.
(2)
Dalam hal Dana Cadangan, tambahan Simpanan
Wajib, dan/atau Simpanan Khusus tidak cukup menutup Defisit Hasil Usaha,
kekurangannya dibebankan pada tahun buku berikutnya sesuai ketentuan akuntansi
perpajakan.
Bagian Keempat
Dana Cadangan
Pasal
48
(1) Besarnya Dana Cadangan yang disisihkan dari Surplus Hasil
Usaha ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2) Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dicatat
dan diklasifikasikan kedalam ekuitas/modal sendiri dan tidak dapat dibagikan
kepada anggota.
(3) Sebagian Dana Cadangan dapat digunakan untuk pengembangan
usaha.
(4) Dana Cadangan yang tersedia setelah dikurangi untuk
pengembangan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak dapat digunakan
selain untuk menutup kerugian.
BAB
IX
KEGIATAN
USAHA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 49
(1) Koperasi sebagai perusahaan melaksanakan kegiatan usaha
untuk memenuhi kebutuhan Anggota dan masyarakat dibidang produksi, pemasaran,
jasa, simpan pinjam serta bidang usaha lainnya.
(2) Koperasi yang melaksanakan kegiatan usaha di bidang
produksi dan pemasaran dapat memperoleh insentif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan secara tunggal usaha atau serba usaha
(4) Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan pola pelayanan:
a.
konvensional; atau
b.
berdasarkan prinsip ekonomi syariah.
(5)
Koperasi dapat menerapkan pola
tanggung-renteng.
(6)
Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kedua
Usaha Simpan Pinjam
Pasal 50
(1)
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam merupakan
kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana dari dan untuk Anggota.
(2)
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh dilakukan oleh Koperasi.
(3)
Koperasi yang melaksanakan kegiatan Usaha
Simpan Pinjam wajib memiliki ijin usaha
dari Menteri.
(4)
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dapat
dilakukan sebagai salah satu atau satu-satunya kegiatan usaha Koperasi.
(5)
Koperasi yang melakukan kegiatan Usaha
Simpan Pinjam wajib melindungi keamanan Simpanan Anggota.
(6)
Menteri menjatuhkan sanksi administratif
terhadap Koperasi yang melakukan Usaha Simpan Pinjam yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5).
(7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
kegiatan Usaha Simpan Pinjam berdasarkan pola pelayanan konvensional, pola
syariah, dan pola tanggung-renteng diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Penjaminan Simpanan Anggota
Pasal 51
(1)
Koperasi yang melaksanakan Usaha
Simpan Pinjam wajib menjamin Simpanan Anggota.
(2)
Pemerintah dapat membentuk lembaga
penjamin simpanan anggota.
(3)
Penjaminan Simpanan diberikan kepada Anggota
Koperasi melalui Koperasi yang melaksanakan Usaha Simpan Pinjam.
(4)
Ketentuan lebih lanjut lembaga
penjamin simpanan anggota diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
PENGAWASAN
Pasal 52
Pengawasan terhadap koperasi
dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat serta mencegah terjadinya
penyalahgunaan koperasi yang dapat merugikan kepentingan anggota dan masyarakat.
Pasal 53
(1) Pengawasan terhadap Koperasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52 dilakukan oleh Menteri.
(2) Koperasi tidak boleh menolak pemeriksaan yang dilakukan
oleh Menteri.
(3) Menteri menjatuhkan sanksi administratif terhadap Koperasi
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 54
(1)
Dalam kegiatan pengawasan, Koperasi
wajib memberikan dokumen sesuai dengan kebutuhan pengawasan.
(2)
Menteri menjatuhkan sanksi
administratif terhadap Koperasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pasal 55
(1)
Dalam hal terdapat indikasi adanya
penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilakukan
oleh Koperasi, pengawasan dilakukan melalui pemeriksaan oleh Penyidik Pegawai
Negeri Sipil.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengawasan Koperasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
Ketentuan
lebih lanjut mengenai jenis, tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3), Pasal 15 ayat (4),
Pasal 31 ayat (5), Pasal 33 ayat (7), Pasal 34 ayat (5), Pasal 36 ayat (4), Pasal
37 ayat (4), Pasal 50 ayat (6), Pasal 53 ayat (3), dan Pasal 54 ayat (2) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XI
PENGGABUNGAN DAN PELEBURAN
Pasal 57
(1)
Untuk keperluan pengembangan dan/atau efisiensi:
a.
satu Koperasi atau lebih
dapat menggabungkan diri dengan Koperasi lain; atau
b.
beberapa Koperasi dapat meleburkan
diri untuk membentuk suatu Koperasi baru.
(2) Penggabungan
atau peleburan dilakukan dengan persetujuan Rapat Anggota masing-masing
Koperasi.
(3)
Sebelum dilakukan penggabungan atau peleburan, Pengurus
dan Pengawas masing-masing Koperasi wajib memperhatikan:
a.
kepentingan Anggota;
b.
kepentingan karyawan;
c.
kepentingan kreditor; dan
d.
pihak ketiga lainnya.
(4)
Akibat hukum yang ditimbulkan oleh penggabungan atau peleburan meliputi:
a.
hak dan kewajiban Koperasi
yang digabungkan atau dilebur beralih kepada Koperasi hasil penggabungan atau peleburan; dan
b.
Anggota Koperasi yang
digabung atau dilebur menjadi Anggota Koperasi hasil penggabungan atau peleburan.
(5) Koperasi yang melakukan penggabungan pada Koperasi lain atau yang melakukan peleburan dinyatakan bubar karena hukum.
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau
peleburan Koperasi diatur dalam Peraturan
Menteri.
BAB XII
PEMBUBARAN,
PENYELESAIAN, DAN HAPUSNYA STATUS BADAN HUKUM
Bagian
Kesatu
Pembubaran
Pasal
58
Pembubaran Koperasi dapat dilakukan
berdasarkan:
a.
keputusan Rapat Anggota;
b.
jangka waktu berdirinya telah berakhir; dan/atau
c.
Keputusan Menteri.
Pasal 59
(1)
Usul pembubaran Koperasi diajukan
kepada Rapat Anggota oleh Pengawas atau Anggota yang mewakili paling sedikit
1/5 (satu perlima) jumlah Anggota.
(2)
Keputusan pembubaran Koperasi
ditetapkan oleh Rapat Anggota.
(3)
Keputusan pembubaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sah apabila diambil berdasarkan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30.
(4)
Pengurus bertindak sebagai kuasa
Rapat Anggota pembubaran Koperasi apabila Rapat Anggota tidak menunjuk pihak
yang lain.
(5)
Koperasi dinyatakan bubar pada saat
ditetapkan dalam keputusan Rapat Anggota.
(6)
Keputusan pembubaran Koperasi oleh
Rapat Anggota diberitahukan secara tertulis oleh kuasa Rapat Anggota kepada
Menteri dan semua kreditor.
(7)
Pembubaran Koperasi dicatat dalam
Daftar Umum Koperasi.
Pasal
60
(1)
Koperasi bubar karena jangka waktu
berdirinya sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar telah berakhir.
(2)
Menteri dapat memperpanjang jangka
waktu berdirinya Koperasi atas permohonan Pengurus setelah diputuskan pada
Rapat Anggota.
(3)
Permohonan perpanjangan jangka waktu
berdirinya Koperasi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) diajukan dalam jangka
waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya
Koperasi berakhir.
(4)
Keputusan Menteri atas permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan dalam jangka waktu paling lambat
30 (tiga puluh) hari setelah permohonan diterima.
(5)
Apabila dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Menteri tidak memberikan keputusan,
keputusan Rapat Anggota mengenai perpanjangan jangka waktu berdirinya Koperasi
dianggap sah.
Pasal 61
Menteri dapat membubarkan Koperasi
apabila:
a.
Koperasi dinyatakan pailit
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
dan/atau
b.
Koperasi tidak dapat menjalankan
kegiatan organisasi dan usahanya selama 2 (dua) tahun berturut-turut.
Bagian
Kedua
Penyelesaian
Pasal
62
(1)
Untuk penyelesaian terhadap
pembubaran Koperasi harus dibentuk Tim Penyelesai.
(2)
Tim Penyelesai untuk penyelesaian
terhadap pembubaran berdasarkan Rapat Anggota dan berakhir jangka waktu
berdirinya ditunjuk oleh kuasa Rapat Anggota.
(3)
Tim Penyelesai untuk penyelesaian
terhadap pembubaran berdasarkan keputusan Pemerintah ditunjuk oleh Menteri.
(4)
Selama dalam proses Penyelesaian
terhadap pembubaran, Koperasi tersebut tetap ada dengan status ”Koperasi dalam
Penyelesaian”.
(5)
Selama dalam proses Penyelesaian
terhadap pembubaran, Koperasi tidak diperbolehkan melakukan perbuatan hukum,
kecuali untuk memperlancar proses Penyelesaian.
Pasal 63
Dalam hal terjadi pembubaran Koperasi
tetapi Koperasi tidak mampu melaksanakan kewajiban yang harus dibayar, Anggota
hanya menanggung sebatas Simpanan Pokok, Simpanan Wajib, dan/atau Simpanan
Khusus yang dimiliki.
Pasal 64
Tim Penyelesai mempunyai tugas dan
fungsi:
a.
melakukan pencatatan dan penyusunan
informasi tentang kekayaan dan kewajiban Koperasi;
b.
memanggil Pengawas, Pengurus,
karyawan, Anggota, dan pihak lain yang diperlukan, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama;
c.
menyelesaikan hak dan kewajiban
keuangan terhadap pihak ketiga;
d.
membagikan sisa hasil penyelesaian
kepada Anggota;
e.
melaksanakan tindakan lain yang perlu
dilakukan dalam penyelesaian kekayaan;
f.
membuat berita acara penyelesaian dan
laporan kepada Menteri; dan/atau
g.
mengajukan permohonan untuk diumumkan
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Pasal 65
Tim penyelesai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62 ayat (2) dan ayat (3) dapat diganti apabila tidak melaksanakan
tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64.
Bagian Ketiga
Penghapusan Status Badan Hukum
Pasal 66
Status
badan hukum Koperasi hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran Koperasi dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Pasal 67
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata
cara pembubaran, penyelesaian, dan hapusnya status badan hukum Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 sampai dengan Pasal 66 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
BAB XIII
PEMBERDAYAAN KOPERASI
Bagian Kesatu
Peran Pemerintah
Pasal 68
(1)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah
menetapkan kebijakan yang mendorong Koperasi agar dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik.
(2)
Dalam menetapkan kebijakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan Pemerintah Daerah menempuh
langkah untuk mendukung pertumbuhan, perkembangan, dan pemberdayaan Koperasi
bagi kepentingan Anggota dan masyarakat.
(3)
Langkah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan dengan memberikan bantuan bimbingan dan kemudahan dalam
bentuk:
a.
pengembangan kelembagaan dan bantuan
pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian Koperasi
b.
bantuan dan bimbingan usaha Koperasi
yang sesuai dengan kepentingan ekonomi Anggota;
c.
memperkukuh permodalan dan pembiayaan
Koperasi;
d.
bantuan pengembangan jaringan usaha
Koperasi dan kerja sama yang saling menguntungkan antara Koperasi dan badan
usaha lain;
e.
bantuan konsultasi dan fasilitasi
guna memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dengan tetap
memperhatikan Anggaran Dasar Koperasi; dan/atau
f.
insentif pajak dan fiskal sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah
dapat membentuk Lembaga Pendidikan dan Jabatan Fungsional Koperasi dalam
pelaksaanaan pemberdayaan koperasi.
Pasal 69
(1)
Dalam rangka pemberian perlindungan
kepada Koperasi, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memprioritaskan bidang
kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi.
(2)
Ketentuan mengenai peran Pemerintah
dan Pemerintah Daerah serta persyaratan dan tata cara pemberian perlindungan
kepada Koperasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 70
(1)
Menteri melaksanakan koordinasi dan
pengendalian pemberdayaan Koperasi.
(2)
Koordinasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi koordinasi kebijakan, integrasi perencanaan, dan sinkronisasi
program pemberdayaan Koperasi.
(3)
Pengendalian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi pengawasan, monitoring, dan evaluasi.
Bagian Kedua
Gerakan Koperasi
Pasal 71
(1)
Gerakan Koperasi medirikan suatu dewan
Koperasi Indonesia yang berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan
kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi, dalam rangka
pemberdayaan Koperasi.
(2)
Nama, tujuan, keanggotaan, susunan
organisasi, dan tata kerja dewan Koperasi Indonesia diatur dalam anggaran dasar.
(3)
Anggaran dasar dewan Koperasi
Indonesia disahkan oleh Pemerintah.
Pasal 72
Dewan Koperasi Indonesia menjunjung tinggi nilai dan
prinsip Koperasi yang bertugas:
a.
memperjuangkan kepentingan dan
menyalurkan aspirasi Koperasi;
b.
melakukan supervisi dan advokasi
dalam penerapan nilai-nilai dan prinsip Koperasi;
c.
meningkatkan kesadaran berkoperasi di
kalangan masyarakat;
d.
menyelenggarakan sosialisasi dan
konsultasi kepada Koperasi;
e.
mengembangkan dan mendorong kerjasama
antar-Koperasi dan antara Koperasi dengan badan usaha lain, baik pada tingkat
lokal, nasional, regional, maupun internasional;
f.
mewakili dan bertindak sebagai juru
bicara Gerakan Koperasi;
g.
menyelenggarakan komunikasi, forum,
dan jaringan kerja sama di bidang Perkoperasian; dan
h.
memajukan organisasi anggotanya.
Pasal 73
Biaya
yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan dewan Koperasi Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 berasal dari:
a.
iuran wajib Anggota;
b.
sumbangan dan bantuan yang tidak
mengikat;
c.
Hibah; dan/atau
d.
perolehan lain yang tidak
bertentangan dengan anggaran dasar dan/atau peraturan perundang-undangan.
Pasal 74
(1)
Pemerintah menyediakan anggaran bagi
kegiatan dewan Koperasi Indonesia yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Dewan Koperasi Indonesia bertanggung
jawab penuh atas penggunaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Pengelolaan anggaran dewan Koperasi
Indonesia dilaksanakan berdasar prinsip kehati-hatian, transparansi, efisiensi,
efektivitas, dan akuntabilitas.
Pasal 75
(1)
Untuk mendorong pengembangan dewan
Koperasi Indonesia, dibentuk dana pembangunan dewan Koperasi Indonesia.
(2)
Dana pembangunan dewan Koperasi
Indonesia bersumber dari anggota dewan Koperasi Indonesia dan pihak-pihak lain
yang sah dan tidak mengikat.
(3)
Dana pembangunan dewan Koperasi
Indonesia harus diaudit oleh akuntan publik.
(4)
Ketentuan mengenai dana pembangunan
dewan Koperasi Indonesia diatur dalam anggaran dasar dewan Koperasi Indonesia.
BAB XIV
SANKSI PIDANA
Pasal 76
(1)
Setiap orang yang menguntungkan diri
sendiri atau golongan atau orang lain dengan memanfaatkan atau mengatasnamakan
Koperasi sehingga mendapatkan kemudahan untuk memperoleh dana, tempat usaha,
bidang dan kegiatan usaha, atau pengadaan barang dan jasa dari Pemerintah yang
diperuntukkan bagi Koperasi, dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
(2)
Pengurus atau Pengelola Koperasi yang
dengan sengaja mengalihkan aset Koperasi untuk kepentingan diri sendiri maupun
orang lain atau golongan sehingga mengakibatkan kerugian pada Koperasi,
dikenakan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(3)
Setiap orang yang dengan sengaja
menjalankan kegiatan Usaha Simpan Pinjam tanpa ijin, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah).
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 77
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku:
a.
Koperasi yang telah didirikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diakui sebagai Koperasi
berdasarkan Undang-Undang ini;
b.
Koperasi sebagaimana dimaksud pada
huruf a, wajib melakukan registrasi ulang dalam jangka waktu paling lambat 3
(tiga) tahun;
c.
Koperasi yang tidak melakukan
registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada huruf b, dinyatakan bubar karena
hukum;
d.
Koperasi sebagaimana dimaksud pada
huruf a wajib melakukan perubahan Anggaran Dasar paling lambat 4 (empat) tahun
sejak berlakunya Undang-Undang ini;
e.
Koperasi yang tidak melakukan
perubahan Anggaran Dasar dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf d
ditindak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
f.
Akta Pendirian Koperasi yang belum
disahkan atau perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang belum disetujui oleh
Menteri, proses pengesahan dan persetujuannya dilakukan sesuai dengan
Undang-Undang ini.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 78
(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3502), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(2)
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502)
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum
diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
(3)
Terhadap Koperasi berlaku
Undang-Undang ini, Anggaran Dasar Koperasi, dan Peraturan Perundang-Undangan
lainnya.
Pasal 79
Peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan
Undang-Undang ini ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang
ini diundangkan.
Pasal 80
Undang-Undang ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
YASONNA
H. LAOLY
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
PERKOPERASIAN
I.
UMUM
Pengembangan
koperasi di Indonesia merupakan bagian dari cita-cita pembentukan Pemerintahan
Negara Indonesia. Dalam Lampiran 12 Naskah perumusan Undang Undang dasar 1945
ditegaskan bahwa “Perekonomian Indonesia
Merdeka akan berdasar kepada cita-cita tolong menolong dan usaha bersama yang
akan diselenggarakan berangsur-angsur dengan mengembangkan koperasi”... “Ini tentang ideologi perekonomian yang hanya
dapat diselenggarakan berangsur-angsur dengan didikan pengetahuan, organisasi,
idealisme dan rohani kepada orang banyak”.
Kemudian
dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD 1945) ditegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan. Ketentuan ini menegaskan bahwa perekonomian
Indonesia dibangun sebagai usaha bersama, secara gotong royong untuk mewujudkan
kemakmuran yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Usaha bersama
dan gotong royong merupakan akar budaya bangsa yang menjadi dasar demokrasi
ekonomi untuk memberikan jaminan setiap warga negara mendapatkan pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Usaha
bersama secara gotong royong merupakan dasar demokrasi ekonomi, produksi barang
dan jasa dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah penilikan atau pengawasan
anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran
orang-seorang. Dalam demokrasi ekonomi yang dilandasi cita-cita tolong menolong
dan usaha bersama, seluruh angkatan kerja Indonesia dilibatkan dalam kegiatan
produksi barang dan jasa sehingga menjadi bangsa produsen dan menjadi sumber kemakmuran yang berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian pengangguran angkatan
kerja, kemiskinan, dan ketimpangan sosial dapat diminimalkan.
Koperasi
Indonesia telah menjadi bagian dari organisasi koperasi internasional (International Cooperative Alliance atau ICA).
Dalam peringatan 100 tahun ICA di Manchaster tahun 1995, telah disepakati
rumusan baru tentang jati-diri koperasi yang mencakup definisi, nilai-nilai dan
prinsip-prinsip koperasi. Substansi jatidiri koperasi tersebut sesuai dengan
asas kekeluargaan dan domokrasi ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 UUD
1945. Koperasi merupakan kumpulan orang yang mandiri, tidak ada paksaan ataupun
diskriminasi. Mereka mengembangkan kegiatan usaha bersama untuk menghasilkan
nilai tambah dan manfaat ekonomi, sosial dan budaya yang menjadi sumber
kemakmuran bersama. Setiap orang yang menjadi anggota koperasi, mempunyai
kewajiban dan hak yang setara. Setiap anggota koperasi, memperoleh nilai tambah
dan manfaat berkoperasi sesuai dengan kontribusinya. Disamping itu melalui
resolusi Pengakuan Perserikatan Bangsa-Bangsa nomor A/Res/64/163, peran
koperasi dalam penyediaan pangan, lapangan kerja, penanggulangan kemiskinan,
dan pembangunan yang berkelanjutan telah mendapat pengakuan masyarakat
internasional.
Untuk
meningkatkan produktivitas dalam menghasilkan nilai tambah maupun manfaat bagi
anggota, setiap koperasi diwajibkan meyelenggarakan pendidikan dan kerjasama
serta peduli terhadap masyarakat dan lingkungannya agar dapat berkembang secara
mandiri dan berkelanjutan. Oleh karena itu pengembangan koperasi harus
disesuaikan dengan kondisi anggota dan masyarakat serta tuntutan perubahan
lingkungan yang berkembang semakin pesat dan dinamis.
Banyak
faktor yang menghambat kemajuan Koperasi. Salah satu faktor penghambat tersebut
adalah peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian dinilai sudah tidak memadai untuk digunakan sebagai instrumen
pembangunan Koperasi, terlebih tatkala dihadapkan kepada perkembangan tata
ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh tantangan. Hal
tersebut dapat dilihat dalam ketentuan yang mengatur nilai dan prinsip
Koperasi, pemberian status badan hukum, permodalan, pengawasan dan pemeriksaan,
kegiatan usaha simpan pinjam Koperasi dan peranan Pemerintah. Oleh karena itu,
untuk mengatasi berbagai faktor penghambat kemajuan Koperasi, perlu diadakan
pembaharuan hukum di bidang Perkoperasian melalui penetapan landasan hukum baru
berupa Undang-Undang.
Undang-Undang
tentang Perkoperasian ini merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian yang memuat pembaharuan hukum, Undang-Undang ini
menegaskan bahwa pemberian status dan pengesahan perubahan Anggaran Dasar dan
mengenai hal tertentu merupakan wewenang dan tanggung jawab Menteri. Selain
itu, Pemerintah dan Pemerintah Daerah memiliki peran dalam menetapkan kebijakan
pemberdayaan, pendidikan dan pelatihan, pengawasan dan pemeriksaan serta
perlindungan kepada Koperasi sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara
mandiri dan berkelanjutan. Dalam menempuh langkah tersebut, Pemerintah dan
Pemerintah Daerah wajib menghormati jati diri, keswadayaan, otonomi, dan
independensi Koperasi tanpa melakukan campur tangan terhadap urusan internal
Koperasi.
Di bidang
keanggotaan, Undang-Undang ini memuat ketentuan yang secara jelas mengenai
pendidikan anggota dalam menerapkan nilai dan prinsip Koperasi serta penegasan
bahwa keanggotaan Koperasi bersifat
sukarela dan terbuka, pengawasan Koperasi oleh Anggota, dan berpartisipasi
aktif anggota dalam kegiatan Koperasi. Ketentuan mengenai perangkat organisasi
Koperasi memuat adanya Rapat Anggota, Pengurus dan Pengawas yang merupakan satu
kesatuan yang tak terpisahkan. Pengawas bertugas memberi nasihat kepada
Pengurus dan melakukan pengawasan terhadap kinerja Pengurus, sedangkan Pengurus
bertugas mengelola Koperasi. Ketentuan mengenai tugas dan wewenang Pengurus dan
Pengawas agar keduanya bekerja secara profesional.
Untuk
meningkatkan kepercayaan masyarakat serta mencegah terjadinya penyalah-gunaan
koperasi yang dapat merugikan kepentingan anggota dan masyarakat, dalam
undang-undang ini ditegaskan peran Pemerintah dalam pengawasan dan pemeriksaan
terhadap Koperasi. Untuk melaksanakan pengawasan dan pemeriksanaan terhadap
Koperasi, Menteri dapat membentuk lembaga pengawas Koperasi dan mengembangkan
jabatan fungsional pengawas dan pemeriksa koperasi.
Undang-Undang
ini mendorong perwujudan prinsip partisipasi ekonomi Anggota, khususnya
kontribusi Anggota dalam memperkuat modal Koperasi. Salah satu unsur penting
dari instrumen modal sendiri yang dapat mendorong perkuatan modal adalah
Setoran Khusus yang disetorkan sesuai kemampuan Anggota, namun Koperasi tetap
merupakan perkumpulan orang dan bukan perkumpulan modal. Undang-Undang ini juga
memuat ketentuan mengenai lembaga yang didirikan oleh Gerakan Koperasi.
Ditegaskan bahwa Gerakan Koperasi mendirikan suatu lembaga yang berfungsi
sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa
aspirasi Koperasi, berupa dewan koperasi.
Ketentuan
mengenai pembubaran Koperasi menyatakan bahwa pembubaran Koperasi dapat
dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Anggota, jangka waktu berdirinya telah
berakhir, atau keputusan Menteri. Ketentuan tentang ketiga
alternatif tersebut beserta penyelesaiannya diatur di dalam Undang-Undang ini.
Sehubungan dengan itu Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian sebagai dasar pengembangan koperasi di Indonesia perlu
diperbaharui. Pembaharuan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian, tidak hanya yang terkait dengan jati-diri koperasi, tetapi
juga mengenai orientasi pengembangan kegiatan usaha dan pengelolaannya, peran
pemerintah, serta berbagai hal yang secara substansial layak dijadikan sebagai
payung hukum dalam pengembangan koperasi
di Indonesia.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup
jelas.
Pasal 2
Cukup
jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Huruf
a
Cukup
jelas.
Huruf
b
Cukup
jelas.
Huruf
c
Yang dimaksud sokoguru adalah aktualisasi Jati Diri
Koperasi, dimana nilai menolong diri sendiri, kepentingan
masyarakat harus lebih diutamakan daripada kepentingan diri atau golongan
sendiri, serta menentang segala paham individualisme dan kapitalisme menjadi
landasan bagi upaya memperkokoh perekonomian rakyat dan memperkuat ketahanan
perekonomian nasional. Untuk mewujudkan koperasi sebagai sokoguru maka koperasi
harus diperankan dalam berbagai sektor usaha.
Huruf
d
Cukup
jelas.
Huruf
e
Cukup
jelas.
Pasal 6
Cukup
jelas.
Pasal 7
Cukup
jelas.
Pasal 8
Cukup
jelas.
Pasal 9
Cukup
jelas.
Pasal 10
Yang
dimaksud fungsi subsidiaritas adalah kegiatan-kegiatan yang tidak dapat
dilakukan oleh anggota-anggota koperasi primer secara sendiri-sendiri wajib
dilakukan oleh koperasi sekundernya dan kegiatan yang sudah dilakukan oleh
primer anggotanya tidak boleh dilakukan oleh koperasi sekundernya. Kekuatan
fungsi subsidiaritas untuk memperkuat jaringan integrasi vertikal.
Pasal
11
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Ketentuan ini berlaku dalam hal calon anggota
pada koperasi primer kurang dari 25 (dua puluh lima) orang disuatu tempat
secara alami, terdapat kelangkaan profesi ataupun penduduk, misalnya disuatu
pulau kecil terdapat nelayan atau di daerah terpencil penduduknya kurang dari
persyaratan jumlah tersebut. Disamping itu ada Koperasi karena sifatnya tidak
mencapai jumlah keanggotaan sampai 25 (dua puluh lima) orang untuk berfungsi
seperti Koperasi Pekerja. Persetujuan Menteri bagi berdirinya Koperasi yang
bersangkutan harus dianggap sebagai kekhususan yang tidak dapat dihindari.
Keputusan Menteri tersebut diberikan berdasarkan pertimbangan yang seksama dan
dalam kerangka pemahaman bahwa Koperasi seharusnya memiliki basis keanggotaan
yang kuat untuk dapat hidup berkelanjutan dan memiliki cukup daya saing.
Pasal 12
Cukup
jelas.
Pasal
13
Cukup
jelas.
Pasal 14
Cukup
jelas.
Pasal 15
Cukup
jelas.
Pasal 16
Cukup
jelas.
Pasal 17
Cukup
jelas.
Pasal 18
Cukup
jelas.
Pasal 19
Cukup
jelas.
Pasal 20
Cukup
jelas.
Pasal 21
Cukup
jelas.
Pasal 22
Cukup
jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Sebelum menjadi anggota, seseorang wajib
mengajukan permohonan yang menyatakan kesediaan untuk menerima segala hak dan
kewajiban sebagai anggota sesuai
anggaran dasar.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Anggota
dicatat dalam buku daftar anggota setelah menandatangani permohonan sebagai
anggota dan membayar Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib serta disetujui oleh
Pengurus.
Pasal 24
Cukup
jelas.
Pasal 25
Cukup
jelas.
Pasal 26
Cukup
jelas.
Pasal 27
Cukup
jelas.
Pasal 28
Cukup
jelas.
Pasal 29
Cukup
jelas.
Pasal 30
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Yang
dimaksud dengan secara proporsional adalah pengaturan hak suara berdasarkan
perkalian jumlah anggota.
Pasal 31
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Yang
dimaksud keputusan strategis adalah keputusan yang tidak bisa diambil oleh Pengurus
yang belum menyelenggarakan Rapat Anggota contohnya keputusan yang terkait
dengan masalah keuangan.
Ayat
(5)
Cukup
jelas.
Pasal 32
Cukup
jelas.
Pasal 33
Cukup
jelas.
Pasal 34
Cukup
jelas.
Pasal 35
Cukup
jelas.
Pasal 36
Cukup
jelas.
Pasal 37
Cukup
jelas.
Pasal 38
Cukup
jelas.
Pasal 39
Cukup
jelas.
Pasal 40
Cukup
jelas.
Pasal 41
Cukup
jelas.
Pasal 42
Cukup
jelas.
Pasal 43
Cukup
jelas.
Pasal 44
Cukup
jelas.
Pasal 45
Cukup
jelas.
Pasal 46
Cukup
jelas.
Pasal 47
Cukup
jelas.
Pasal 48
Cukup
jelas.
Pasal 49
Cukup Jelas
Pasal 50
Cukup
jelas.
Pasal 51
Cukup
jelas.
Pasal 52
Cukup
jelas.
Pasal 53
Cukup
jelas.
Pasal 54
Cukup
jelas.
Pasal 55
Cukup
jelas.
Pasal 56
Cukup
jelas.
Pasal 57
Cukup
jelas.
Pasal 58
Cukup
jelas.
Pasal
59
Cukup
jelas.
Pasal
60
Cukup
jelas.
Pasal
61
Cukup
jelas.
Pasal 62
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Ketentuan
ini menegaskan bahwa hak dan kewajiban Koperasi yang berstatus ”Koperasi dalam
Penyelesaian”, masih tetap ada untuk menyelesaikan seluruh urusannya. Agar
masyarakat mengetahuinya, di depan kantor Koperasi dipasang pengumuman yang
memuat frasa ”Koperasi dalam Penyelesaian”.
Ayat
(5)
Cukup
jelas.
Pasal 63
Cukup
jelas.
Pasal 64
Huruf
a
Cukup
jelas.
Huruf
b
Yang
dimaksud dengan ”pihak lain yang diperlukan” antara lain adalah bekas Anggota,
pejabat Pemerintah, pejabat Lembaga Gerakan Koperasi.
Huruf c
Cukup
jelas.
Huruf d
Cukup
jelas.
Huruf f
Cukup
jelas.
Huruf g
Cukup
jelas.
Pasal 65
Cukup
jelas.
Pasal 66
Cukup
jelas.
Pasal 67
Cukup
jelas.
Pasal 68
Cukup
jelas.
Pasal 69
Cukup
jelas.
Pasal 70
Cukup
jelas.
Pasal 71
Ayat
(1)
Pada
saat diundangkan Undang-Undang ini, organisasi gerakan koperasi yang telah ada
dan berkembang adalah Dewan Koperasi Indonesia yang selanjutnya disingkat
Dekopin dan merupakan kelanjutan dari Sentral Organisasi Koperasi Rakyat
Indonesia disingkat SOKRI, yang didirikan pada tanggal 12 Juli 1947 oleh
Kongres Koperasi Seluruh Indonesia yang Pertama, yang diselenggarakan di Tasikmalaya. Dalam rangka memperjuangkan aspirasi dan cita
Gerakan Koperasi Dekopin bukanlah satu-satunya organisasi gerakan koperasi, masyarakat koperasi dapat mendirikan
organisasi gerakan koperasi selain Dekopin dengan ketentuan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Pasal 72
Cukup
jelas.
Pasal 73
Cukup
jelas.
Pasal 74
Cukup
jelas.
Pasal 75
Cukup
jelas.
Pasal 76
Cukup
jelas.
Pasal 77
Cukup
jelas.
Pasal 78
Cukup
jelas.
Pasal 79
Cukup
jelas.
Pasal 80
Cukup
jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...
COMMENTS